Abstrak
Kecemasan pada pasien anak dalam perawatan gigi merupakan tantangan signifikan dalam praktik kedokteran gigi anak. Kecemasan dapat menyebabkan resistensi terhadap perawatan, meningkatkan risiko trauma psikologis, dan menghambat keberhasilan terapi. Teknologi Virtual Reality (VR) kini berkembang sebagai alat bantu yang menjanjikan dalam mengurangi kecemasan melalui pendekatan distraksi visual dan interaktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh simulasi VR terhadap tingkat kecemasan anak sebelum menjalani perawatan gigi. Hasil menunjukkan bahwa anak-anak yang menggunakan VR menunjukkan penurunan signifikan dalam skor kecemasan dibandingkan kelompok kontrol, menjadikan VR sebagai metode non-farmakologis efektif dalam pendekatan manajemen perilaku anak di klinik gigi.
Pendahuluan
Kecemasan dan ketakutan pada anak selama kunjungan ke dokter gigi merupakan hal umum dan sering kali menjadi hambatan utama dalam pelaksanaan perawatan. Faktor pemicu termasuk suara alat, tampilan alat tajam, bau khas klinik, dan pengalaman negatif sebelumnya. Strategi manajemen perilaku konvensional seperti tell-show-do, reinforcement positif, dan teknik relaksasi kadang kurang memadai, terutama pada anak-anak dengan tingkat kecemasan tinggi.
Virtual Reality (VR) adalah teknologi yang menciptakan lingkungan simulasi tiga dimensi yang dapat diakses melalui perangkat headset. Dalam konteks kedokteran gigi, VR digunakan untuk memberikan distraksi terhadap lingkungan klinis yang menegangkan. Pengalaman imersif yang menyenangkan dapat menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis dan menurunkan persepsi terhadap rasa takut. Penelitian ini berfokus pada pengaruh penggunaan simulasi VR interaktif sebelum tindakan terhadap penurunan kecemasan pasien anak yang akan menjalani perawatan gigi.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan pendekatan pretest-posttest control group design. Subjek penelitian adalah 40 anak usia 6–10 tahun yang akan menjalani perawatan gigi di klinik gigi anak, yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok: kelompok kontrol (tanpa VR) dan kelompok perlakuan (diberi simulasi VR selama 10 menit sebelum perawatan).
Tingkat kecemasan diukur menggunakan skala Modified Child Dental Anxiety Scale (MCDAS) sebelum dan sesudah intervensi. Simulasi VR berisi konten ramah anak yang menggambarkan suasana klinik gigi yang menyenangkan dan edukatif, termasuk interaksi virtual dengan dokter gigi dalam suasana kartun.
Analisis data menggunakan uji statistik paired t-test dan independent t-test dengan tingkat signifikansi p < 0,05.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor kecemasan anak dalam kelompok perlakuan menurun secara signifikan setelah penggunaan VR, dengan rerata penurunan sebesar 6,4 poin pada skala MCDAS. Sebaliknya, kelompok kontrol hanya menunjukkan penurunan minimal sebesar 1,2 poin, yang tidak signifikan secara statistik. Hasil uji independent t-test menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p < 0,01).
Penurunan kecemasan pada kelompok VR dapat dijelaskan melalui mekanisme distraksi sensorik. Ketika anak fokus pada dunia virtual yang menyenangkan dan bebas dari stimulus menakutkan klinis, sistem limbik yang mengatur rasa takut dan cemas menjadi kurang aktif. Selain itu, VR memberi anak rasa kontrol dan prediktabilitas, yang penting dalam mengurangi stres psikologis.
Penelitian ini sejalan dengan temuan sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan VR di bidang pediatri, termasuk saat vaksinasi dan tindakan invasif ringan, efektif dalam mengurangi kecemasan dan nyeri. Dalam konteks kedokteran gigi, penggunaan VR juga memperbaiki perilaku anak selama perawatan serta meningkatkan kepuasan orang tua dan dokter gigi.
Namun, keterbatasan dalam studi ini mencakup ketergantungan pada perangkat dan konten VR yang sesuai usia, serta kebutuhan akan waktu tambahan dalam operasionalisasi di klinik. Diperlukan standar protokol penggunaan VR yang aman dan efektif di lingkungan klinik gigi.
Kesimpulan
Simulasi Virtual Reality terbukti efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan pasien anak sebelum perawatan gigi. Teknologi ini dapat menjadi bagian dari strategi manajemen perilaku yang inovatif dan non-invasif, meningkatkan kenyamanan serta keberhasilan terapi pada pasien anak. Penggunaan VR dalam praktik klinis kedokteran gigi anak sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel lebih besar dan variabel tambahan seperti durasi simulasi optimal, jenis konten, serta pengaruh jangka panjang terhadap sikap anak terhadap kunjungan gigi. Integrasi teknologi VR dengan edukasi kesehatan gigi juga bisa menjadi pendekatan preventif jangka panjang yang efektif.